STUDI PEMANFAATAN ZONA LAUTAN KHATULISTIWA SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK OTEC


STUDI PEMANFAATAN ZONA LAUTAN KHATULISTIWA SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK OTEC


Abstrak
Studi pemanfaatan zona lautan khatulistiwa sebagai pembangkit listrik OTEC bertujuan untuk memaparkan potensi energi yang terkandung dalam lautan Indonesia. Metode studi ini menggunakan deskripsi kualitatif dari berbagai referensi tentang kebutuhan energi, geografis Indonesia,  dan OTEC (Ocean Thermal Conversion). Kebutuhan energi listrik tiap tahunnya mengalami kenaikan tetapi kondisi ini  berbanding terbalik terhadap sumber energinya sehingga mengakibatkan defisit listrik. Sumber energi listrik yang mayoritas berupa fosil harus diganti oleh energi yang dapat diperbarui dan ketersediaan di alam harus melimpah. Energi ini berupa OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) yang memanfaatkan beda temperatur lautan 20o C di kedalaman 1 km. Energi ini dapat diperoleh di Indonesia dengan didukung oleh wilayah  yang merupakan zona khatulistiwa. Zona ini mengakibatkan Indonesia mendapatkan penyinaran yang banyak tiap tahunnya sehingga memiliki beda temperatur range 22o C–24o C. Kondisi ini dapat dimanfaatkan sebagai suber pembangkit listrik tenaga OTEC. Pembangkit ini, bisa menggunakan sistem kerja siklus hybrid yakni  menggabungkan kelebihan dari sistem siklus terbuka dan sistem siklus tertutup. Energi yang dapat dihasilkan dari pembangkit ini untuk Indonesia sebesar ± 222 TWh.
Kata Kunci : OTEC.

PENDAHULUAN
Tahun  2011 APBN untuk subsidi listrik telah mencapai Rp40,7 triliun. Beban subsidi  APBN yang setiap tahun semakin naik tidak menjamin wilayah Indonesia seluruhnya teraliri arus listrik. Tercatat di tahun  2008  Indonesia mengalami defisit negara mencapai 0,220 GWh.  Selanjutnya, catatan defisit ini  digunakan sebagai estimasi oleh IESR untuk tahun 2011.  Pemerintah memberikan solusi dari defisit listrik melalui sistem pemadaman bergilir negara sehingga berakibat kerugian bagi para usahawan. Tercatat 2010 Jakarta menderita kerugian sekitar Rp lOO miliar akibat pemadaman bergilir listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) selama 3 hari (UKMRI, 2010).
 Pemenuhan listrik Indonesia sebagian besar masih berupa energi yang berasal dari fossil, 33% adalah batubara.  Padahal energi fosil merupakan energi non renewable source, yakni energi yang apabila habis tidak bisa diperbarui. Walaupun energi ini mampu diperbarui memerlukan waktu berjuta tahun sehingga diperlukan energi yang dapat diperbarui untuk menggantikan peran energi tersebut. Energi ini dapat berasal dari lautan. 
Indonesia ditinjau secra geografis 70 % lautan seharusnya mampu memenuhi kebutuhan listrik negara. Lautan Indonesia sebagai sumber energi yang hanya terkenal sebagai wilayah pertambangan minyak lepas pantai berpotensi memiliki sumber energi besar salah satunya berasal dari panas lautan. Energi panas laut yaitu dengan menggunakan beda temperatur antara temperatur di permukaan laut dan temperatur di dasar laut.  Energi panas laut lebih dikenal sebagai OTEC (Ocean Thermal Energy Conservasion). OTEC adalah pembangkit listrik dengan memanfaatkan perbedaan temperatur air laut di permukaan  dan  air laut dalam, dengan  selisih temperatur minimal 200 C (Donny Achiruddin, 2010 ).  Didukung oleh wilayah  Indonesia berada  di zona khatulistiwa  telah seharusnya memberikan potensi besar.  Hal ini disebabkan zona khatulistiwa merupakan zona yang  paling banyak  per  tahun hingga memiliki beda temperatur  range 22o C–24o C. Akan tetapi, sampai sekarang Indonesia belum  mampu  memanfaatkan   pembangkit listrik tenaga OTEC.
ISI
Sistem Penyinaran lautan Indonesia
Geografis Indonesia terletak di zona khatuliswa atau equator. Ini mengakibatkan wilayah tanah air  mendapatkan banyak penyinaran matahari setiap tahun. Indonesia memiliki 6 bulan (musiam kemarau) dengan rata-rata penyinaran penuh dari matahari. Banyaknya penyinaran matahari ini mengakibatkan seluruh wilayah Indonesia yang berupa daratan ataupun permukaan lautan memiliki temperatur yang hangat.
Gambar. 1, menunjukkan bahwa penyinaran matahari yang jatuh dai lautan yang terbagi oleh 3 zona yakni surface (permukaan), insulation (isolasi), dan storage zone (penyimpanan).  Zona permukaan cenderung hangat karena air zona ini relatif lebih segar atau kadar garamnya lebih rendah  (densitasnya juga rendah) sehingga mengakibatkan daya absorbsi energi matahari lebih tinggi . Daya absorbsi yang tinggi berakibat terjadi temperatur hangat  zona permukaan air laut. Daerah insulasi merupakan wilayah dengan kadar garam yang relatif sedang. Akan tetapi, keadaan berbeda antara zona permukaan dan insulasi terhadap zona penyimpanan. Zona penyimpanan merupakan zona di mana wilayah ini memiliki kadar garam yang paling tinggi sehingga juga memiliki densitasnya juga tinggi. Sifat densitas yang terlalu tinggi ini mengakibatkan daya abrorbsi energi matahari lebih rendah. Daya absobsi yang rendah terhadap energi matahari (berupa panas) berujung pada temperatur zona ini lebih rendah. Akibatnya terjadi perbedaan temperatur antara permukaan laut dengan selama 1 tahun berada pada range 22o C–24o C. 
 
OTEC
Perbedaan temperatur di lautan memberikan potensi energi terbarukan, berupa energi panas laut. Perbedaan temperatur ini, dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion).  Pembangkit ini dalam operasinya membutuhkan perbedaan tempertur lautan 200 C.  Negara yang telah menggunakan OTEC sampai saat ini adalah Jepang dengan 70 kWatt, India 1 Mwatt sedangkan yang dalam pembangunan  Filipina 5 MW tahun 2012 dan Hawai 10 MW tahun 2013. Cara kerja OTEC sama halnya dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Air laut yang berada di zona khatulistiwa dengan suhu yang hangat dimasukkan ke dalam ruang vakum.  Sistem kerja OTEC mempunyai kemiripan dengan mesin uap yaitu fluida di evaporasi dan di kondensasi, perbedaan tekanan yang terjadi inilah yang memutar turbine dan kemudian menghasilkan listrik. Namun, pada OTEC  menggunakan air laut yang tak terbatas jumlahnya sehingga OTEC dapat menjadi salah satu sumber energi terbaharukan (Avery and Wu, 1994).
 

Gambar. 3 merupakan penggambaran siklus dari  OTEC yang digunakan untuk menghasilkan energi, yaitu siklus terbuka (Open-Cycle), siklus tertutup (Closed-Cycle) dan gabungan (Hybrid). Pada siklus terbuka fluida kerja dilepaskan setelah digunakan dan fluida kerja itu adalah uap air. Air hangat dengan temperatur berkisar 20°-30°C, dipompa dengan menggunakan pipa masuk ke dalam ruang vakum untuk di-evaporasi. Akibat perbedaan tekanan antara tekanan uap air dan tekanan dalam turbin maka uap air yang telah masuk kedalam turbin dapat memutar rotor turbin 3 sehingga menghasilkan listrik. Selanjutnya uap air dialirkan kembali lagi ke kondensator untuk dikondensasikan kembali oleh air dingin yang dipompa dari kedalaman 1000 m yang kemudian menjadi air bersih (desalinated water). Sedangkan siklus tertutup menggunakan fluida kerja sebagai pemutar motor turbin. Dimana fluida kerja tersebut harus mempunyai titik didih yang rendah agar cepat menguap sehingga air hangat dan air dingin yang berasal dari laut dapat berfungsi sebagai evaporator dan kondensor bagi fluida kerja (Avery and Wu, 1994). Siklus Hybrid merupakan gabungan dari siklus terbuka dan tertutup.
PEMBAHASAN
Kebutuhan energi listrik Negara setiap kapita berdasarkan populasi di Indonesia pada tahun 2008 masih mengalami kekurangan sebesar 0,220 GWh. Kekurangan ini akan semakin bertambah sebanding dengan konsumsi energi terus-menerus meningkat tiap tahunnya. Kenaikan konsumsi tidak lain disebabkan oleh bertambahnya penduduk Indonesia dan peningkatan usaha. Akan tetapi, kenaikan konsumsi berbanding terbalik dengan sumber energi yang digunakan untuk menghasilkan listrik.
Sumber energy listrik di Indonesia yang digunakan sebagai pembangkit listrik mayoritas berasal dari fosil, yakni batu bara (>>33%).  Batu bara yang merupakan sumber energy yang tidak dapat diperbarui sebagai pembangkit listrik tenaga uap suatu saat pasti akan habis. Maka diperluakan sumber energy alternatif untuk menggantikan batubara sebagai penghasil listrik.  Energy alternatif ini adalah OTEC (Ocean thermal Energy Conversion).
Indonesia adalah Negara yang mendapatkan banyak penyinaran radiasi matahari sehingga memiliki beda temperature 22-24° C. Hal ini tentunya dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi baru seperti OTEC. Energi ini dapat menghasilkan tenaga listrik secara signifikan apabila perbedaan antara temperatur permukaan dan kedalaman laut mencapai 20°C.
Pembangkit ini, bisa menggunakan sistem kerja siklus hybrid yakni  menggabungkan kelebihan dari sistem siklus terbuka dan sistem siklus tertutup. Dalam sistem hibrid ini, air laut hangat dievaporasikan dalam tabung vakum menghasilkan uap, uap ini kemudian digunakan menguapkan fluida kerja agar bertambah tekanannya. Tekanan fluida kerja inilah yang digunakan untuk menggerakkan turbin generator. Uap air laut itu kemudian dikondensasikan menghasilkan air suling. Indonesia menggunakan pembangkit OTEC Hybrid Cycle dikarenakan memiliki manfaat lain, seperti penghasil air suling dan penghasil mineral berupa Nacl. Selain itu, pembangkit ini juga ramah lingkungan.
Perkiraan potensi listrik dari OTEC di Indonesia yang memiliki panjang pantai 95.181 km, sekitar 70% memiliki kedalaman >1000m atau 1km sebagai sumber OTEC.
Panjang pantai                                                     : 95.181 km
Sumber OTEC 70%                                             : 0,7 x 95.181 km
Jarak antar OTEC 100 MW                                : 30 km
Perkiraan potensi listrik dengan pembangkit listrik OTEC :
                                       (66,627/30) x 100 MW                    = 222.089 MW = ± 220.000 MW
                                                                                               = 222 GW.
Kapasitas factor OTEC adalah 0,8 berarti Indonesia memiliki potensi listrik dengan OTEC adalah
                                       0,8 x 24 x 365 x 222 GW   = 15.557.760 GWh atau 15.557 T Wh.
                                                                                   = ± 222 TWh.
KESIMPULAN
Indonesia berpotensi besar dalam pemanfaatan pembangkit listrik tenaga OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) berdasarkan letak geografisnya. Letak geografis Indonesia berada di zona khatulistiwa sehingga memiliki beda temperature 22-24o C. Temperatur ini lebih dari cukup untuk memenuhi syarat pemanfaatan OTEC yang hanya membutuhkan beda temperatur 20o C. Energi yang dapat dihasilkan dari pembangkit ini untuk Indonesia sebesar ± 222 TWh. Hasil yang diperoleh ini, bukan hanya menutupi kekurangan listrik melainkan juga dapat digunakan sebagai sumber energi mayoritas.
DAFTAR PUSTAKA
Achrudin, Donny. 2010. Ocean Energy. Universitas Darma Persada.
Avery, W. H. and Wu, Chih. 1994. Renewable energy from the ocean : a guide to OTEC. Oxford University Press, Inc. New York.
http://renewable-energy-indonesia.wordpress.com
http://www.google.co.id/EBT-IPB_oke.pdf
Redaksi Bisnis Indonesia. 2010. Artikel Listrik Padam UKMRI Rugi RP. 100 miliar. UKMRI.
www.iesr-indonesia.org

Komentar